Tugas Terstruktur
Balaghah
B
|
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. H. A. Fahmy Arief, MA
|
المجاز المرسل
Oleh
:
Hariyadi
(1401230701)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
BANJARMASIN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke
hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah, serta inayah-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, Shalawat serta salam
selalu dilimpahkan keapda junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir jaman.
Makalah ini
berjudul “Majaz Mursal”yang merupakan salah satu tugas pokok dalam mata kuliah Balaghah
B, mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, oleh
karena itu penulis harap pembaca dapat memberikan kritik dan saran.
Demikian makalah ini penulis susun, semoga bermanfaat. Perhatian
dan partisipasinya penulis ucapkan terim
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Balaghah merupakan
salah satu cabang dari sekian ilmu alat yang mengkaji tentang bahasa arab,
dalam teks bahasa arab yakni al-Qur’an, hadist-hadist, kitab-kitab islam,
syair-syair di dalamnya penuh dengan rahasia dan kandungan yang luar biasa,
untuk mengetahui kandungan itu sangat diperlukan ilmu Balaghah dalam hal ini
ilmu bayan yang merupakan bagian dari limu Balaghah. Dengan ilmu ini penutur
bisa menyampaikan pesan dengan mantap dan tegas, dan sang penerima pesan bisa
mengambil makna yang tersirat dari maksud sang penutur, maka dari itu lah
makalah ini ditulis guna untuk memberikan pemahaman mengenai Majaz Mursal untuk kemudian
melanjutkan kepada bagian-bagian ilmu Balaghah yang lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Majaz Mursal?
2.
Apa saja jenis-jenis Majaz Mursal?
C.
Tujuan
1. Untuk memahami Majaz Mursal.
2. Mengetahui jenis-jenis
Majaz Mursal.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Majaz Mursal
Definisi majaz mursal menurut Ali Jarim
dan Musthofa Amin dalam al Balaghah al wadhihah,
المجاز المرسل كلمة استعملت في غير معناها الأصلي لعلاقة غير
المشابهة مع قرينة مانعة من إرادة المعنى الأصلي.[1]
Majaz mursal adalah kata yang digunakan bukan untuk
maknanya yang asli karena adanya hubungan yang selain keserupaan serta ada
qorinah yang menghalangi pemahaman dengan makna yang asli.[2]
Menurut Muhammad Ghufron Zainal ‘Alim,
المجاز المرسل هو المجاز الذى تكون العلا قة بين المعنى
الحقيقي
والمعنى المجازي غير المشابهة.[3]
Majaz mursal adalah majaz yang mempunyai hubungan antara
makna hakiki dan makna majazi yang tidak serupa.
Adapun menurut Emil Badi’ Ya’qub dalam bukunya al-
Muayyin fi al balaghah
المجاز المرسل وهو استعمال الكالمة في غير معناها الحقيقي لعلا
قة
بينها وبين المعنى المجازي غير المشابهة مع وجود
قرينة تمنع
إرادة المعنى الحقيقي للكلمة.[4]
Majaz mursal adalah penggunaan kata bukan untuk makna
yang sebenarnya karena adanya hubungan dengan makna majazi yang selain keserupaan
serta adanya qorinah yang menghalangi pemahaman makna kata yang sebenarnya.
Jadi, dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa majaz mursal yaitu penggunaan kata yang bukan untuk
makna sebenarnya karena adanya hubungan antara makna hakiki dan makna majazi
yang tidak serupa dan disertai adanya qorinah yang tidak memperbolehkan
memahami kata tersebut dengan makna aslinya.
B.
Macam-Macam Majaz Mursal
Macam-macam
majaz mursal ada 9:
1.
Sababiyyah (السببية)
Sababiyyah ialah salah satu indikatornya Majaz Mursal. Pada majaz
ini indikatornya adalah:
اطلاق السبب وإرادة المسبب
Artinya: “Menyebutkan sebab sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah
sesuatu yang disebabkan. Contoh:
عظمت يد فلان عندى
Artinya: “Sungguh besar tangan si fulan disisiku.”
Pada ungkapan majaz tersebut yang
disebut adalah kata “يد” sedangkan
yang dimaksud adalah “النعم” yakni
nikmat yang disebabkan oleh tangan.[5]
2.
Musababiyyah ((المسببية
Indikator kedua untuk Majaz Mursal adalah musababiyyah. Pengertian
musababiyyah adalah:
اطلاق المسبب وإرادة السبب
Artinya: “Menyebutkan sesuatu yang disebabkan, sedangkan yang
dimaksud adalah sebabnya.”Contoh:
امطرت السماء نباتا
Artinya: “Langit mengucurkan tanaman (hujan).”
Pada ungkapan majaz diatas
disebutkan akibatnya yaitu “نباتا”, sedangkan
yang dimaksudkan adalah “الماء”.[6]
3.
Juziyyah (جزئية)
Konsep juziyyah sebagai indikator Majaz Mursal adalah:
إِطْلاَقُ الْجُزءِ وَإِرَادَةُ الكُل
Artinya: “Menyebutkan bagian dari sesuatu, sedangkan yang
dimaksudkannya adalah keseluruhannya.” Contoh:
أًرْسَلتُ العُيُون لِتَطْلُعَ أَحْوَالَ العَدُو
Artinya:”Saya mengirim mata-mata untuk mengamati keadaan musuh.”
Kata “al-‘uyuun” pada contoh diatas
maksudnya adalah mata-mata(spion), jadi sangat mudah dimengerti bahwa
penggunaah kata itu adalah majaz, hubungannya adalah bahwa mata adalah suatu
bagian, namun yang dimaksud adalah keseluruhannya.[7]
4.
Kuliyyah (كلية)
Kuliyyah sebagai indikator Majaz Mursal dalam ilmu Balaghah
didefinisikan sebagai:
إِطْلاَقُ الكُل وَإِرَادَةُ الْجُزءِ
Artinya: “Menyebutkan sesuatu keseluruhan, sedangkan yang
dimaksudkannya adalah sebagiannya.”
Contoh:
وَإِنِّي
كُلَّمَا دَعَوۡتُهُمۡ لِتَغۡفِرَ لَهُمۡ جَعَلُوٓاْ أَصَٰبِعَهُمۡ فِيٓ
ءَاذَانِهِمۡ
“Dan sesungguhnya setiap
kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan
anak jari mereka ke dalam telinga” (QS. Nuh: 7).
Pada contoh
tersebut kita yakin bahwa seseorang tidak mungkin dapat meletakan seluruh
jarinya ditelinganya. Jadi sekalipun yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah
seluruh jari, namun yang dimaksudkan adalah ujung salah satu jarinya. Maka kata
itu adalah majaz, hubungannya adalah kulliyah.[8]
5.
I’tibaru ma Kana (اعتبار ماكان)
I’tibaru ma Kana sebagai salah satu
indicator Majaz Mursal adalah menyebutkan/memperhitungakan sesuatu yang telah
terjadi/berlalu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang akan terjadi atau
yang belum terjadi. Contoh:
وَاتُوا اليتَامى اَموَلهم
Artinya: “Dan berikanlah kepada anak yatim harta benda mereka”.
Pada potongan ayat
diatas terdapat kata”
اليتَامى”(anak yatim). Maksud
yang sebenarnya adalah “Berikanlah harta itu kepada anak yatim ketika mereka
sudah dewasa”. Disebutkan kata “اليتَامى”
(anak yatim) yaitu keadaan masa yang sudah lalu, tetapi yang dimaksud adalah
masa berikutnya yaitu ketika anak itu sudah dewasa. Karena selama masih kecil
(anak yatim) tidak boleh menguasai harta benda itu.[9]
6.
I’tibaru ma’yakunu (اعتبارما يكون)
I’tibaru ma’yakunu adalah salah satu
indicator Majaz Mursal yang bentuknya berupa menyebutkan/mempertimbangkan
sesuatu keadaan yang akan terjadi, sedangkan yang dimaksudkan adalah keadaan
sebelumnya. (إطلاق ما
يكون و إلرادة ما كان)
Contoh :
وَدَخَلَ مَعَهُ ٱلسِّجۡنَ فَتَيَانِۖ قَالَ أَحَدُهُمَآ إِنِّيٓ
أَرَىٰنِيٓ أَعۡصِرُ خَمۡرٗاۖ
Artinya:
“Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang
pemuda. Berkatalah salah seorang diantara keduanya: "Sesungguhnya aku
bermimpi, bahwa aku memeras anggur". (QS Yusuf: 32)
Pada ayat diatas
terdapat ungkapan ”
أَعۡصِرُ خَمۡرٗاۖ " yang artinya “memeras
arak” padahal makna yang sebenarnya adalah “memeras anggur” yang kemudian
menjadi arak”[10].
Contoh:
إِنَّكَ إِن تَذَرۡهُمۡ يُضِلُّواْ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓاْ إِلَّا
فَاجِرٗا كَفَّارٗا
Artinya:
“Sesungguhnya jika Engkau
biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan
mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat
kafir” (QS Nuh; 27).
Kata “فَاجِرٗا كَفَّارٗا” adalah majaz, kedua-duanya karena anak yang baru lahir itu
tidak bisa melakukan maksiat dan tidak dapat berbuat kekufuran, tetapi mungkin
akan dilakukan yang demikian setelah masa kanak-kanak. Jadi yang diucapkan
adalah anak yang maksiat, namun yang dimaksud adalah orang dewasa yang maksiat.[11]
7.
Mahaliyyah (محلية)
Mahaliyyah sebgai indicator Majaz
Mursal adalah menyebutkan tempat sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah
yang menempatinya
إطلاق المحل وإرادة الحل
Contoh: قَرّرَ
المَجلسُ ذالكَ
Artinya: “Majelis telah memutuskan demikian.”
Secara leterlek yang memutuskan
adalah majelis, sedangkan yang dimaksudkannya adalah orang-orang yang menempati
majelis.[12]
Contoh:
وَسَۡٔلِ ٱلۡقَرۡيَةَ ٱلَّتِي كُنَّا فِيهَا وَٱلۡعِيرَ ٱلَّتِيٓ
أَقۡبَلۡنَا فِيهَاۖ وَإِنَّا لَصَٰدِقُونَ
Artinya : “Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu,
dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang benar" (QS Yusuf: 82).
Yang dimaksud dengan lafaz
“Al-qaryah” bukan makna hakikiy yaitu desa, akan tetapi orang yang menetap
didesa itu, yaitu penduduk desa. Yang dikemukakan adalah desa padahal yang
dimaksud adalah penduduk desa tersebut.
8.
Haliyyah (حالية)
Haliyyah sebagai indicator Majaz
Mursal adalah menyebutkan keadaan sesuatu hal yang menempati suatu tempat,
sedangkan yang dimaksudkan adalah tempatnya itu.
إطلاق
الحل وإرادة المحل
Contoh:
وَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱبۡيَضَّتۡ وُجُوهُهُمۡ فَفِي رَحۡمَةِ ٱللَّهِۖ
هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Artinya: “ Adapun
orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah
(surga); mereka kekal di dalamnya”( Ali –Imran: 107).
Pada ayat di atas terdapat ungkapan” فَفِي رَحۡمَةِ”, sedangkan yang dimaksudkannya adalah “الجنة”. Pada majaz ini disebutkan keadaannya, sedangkan yang dimaksudkannya
adalah tempatnya, yaitu surga yang didalamanya ada rahmat.[13]
9.
Aliyyah (ألية)
Aliyyah sebagai salah satu indicator Majaz Mursal adalah apabila
disebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkannya adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh alat tersebut.
Contoh:
وَوَهَبۡنَا لَهُم مِّن رَّحۡمَتِنَا وَجَعَلۡنَا لَهُمۡ لِسَانَ
صِدۡقٍ عَلِيّٗا
Artinya: “Dan Kami anugerahkan
kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang
baik lagi tinggi ( Maryam: 50).
Pada ayat tersebut terdapat ungkapan” لِسَانَ صِدۡقٍ”. Secara leksikel ungkapan tersebut bermakna “Lisan yang
jujur”. Sedangkan maksudnya adalah bahasa yang jujur atau baik. Penggunaan alat
لِسَانَ atau maksud اللغة dinamakan Majaz Mursal.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Majaz Mursal yaitu penggunaan kata yang bukan untuk makna sebenarnya karena
adanya hubungan antara makna hakiki dan makna majazi yang tidak serupa dan
disertai adanya qorinah yang tidak memperbolehkan memahami kata tersebut dengan
makna aslinya.
2.
Macam-macam Majaz Mursal:
1)
As-sababiyyah : menyebutkan sebab sesuatu
tetapi yang dimaksud adalah disebabkannya.
2)
Musabbahbiyah : menyebutkan akibat sesuatu
tetapi yang dimaksud adalah sebabnya.
3)
Juz’iyyah : menyebutkan sebagian dengan maksud
seluruhnya.
4)
Kulliyah : menyebutkan seluruhnya dengan maksud
sebagian.
5)
I’tibaar maa kaana : menyebutkan sesuatu dengan
sesuatu yang lalu atau sudah terjadi.
6)
I’tibaar maa yakuun : menyebutkan sesuatu
dengan sesuatu yang akan terjadi.
7)
Al- mahalliyah : menyebutkan tempat dengan
maksud sesuatu yang ada di dalamnya.
8)
Al- haaliyyah : menyebutkan sesuatu yang ada di
suatu tempat dengan maksud tempatnya.
9)
Aliyyah:
menyebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkannya adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh alat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Jarim, Ali dan Musthofa Amin, Al Balaghah al Wadihah, Jakarta: Raudhoh Press, 2007.
Jarim, Ali dan Musthofa Amin, Terjemahan Al Balaghah al Wadihah, Jakarta: Raudhoh Press, 2007.
Zainal , Muhammad Ghufron ‘Alim, al Balaghah fii ilmil Bayaan, Ponorogo: Darussalam, tt.
Yaqub , Emil Badi’, al Mu’ayyin fi al Balaghah: al Bayan, al Badi’, al Ma’any,
Beirut: Alam al Kutub, 2000.
Zaenudin , Mamat
& Yayan Nurbayan , Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: PT. Refika
Aditama, 2007.
[1] Ali Jarim dan Musthofa
Amin, Al Balaghah al Wadihah, (Jakarta: Raudhoh Press, 2007), hlm. 119.
[2] Ali Jarim dan Musthofa
Amin, Terjemahan Al Balaghah al Wadihah, (Jakarta: Raudhoh Press, 2007),
hlm. 152.
[3] Muhammad Ghufron Zainal
‘Alim, al Balaghah fii ilmil Bayaan, (Ponorogo: Darussalam, tt), hlm.
57.
[4] Emil Badi’Yaqub, al Mu’ayyin fi al Balaghah: al Bayan, al Badi’, al
Ma’any, (Beirut: Alam al Kutub, 2000), hlm. 30.
[5]
Mamat
Zaenudin & Yayan Nurbayan , Pengantar Ilmu Balaghah. (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2007), hlm. 38.
[6] Mamat Zaenudin
& Yayan Nurbayan , hlm. 39.
[7] Ali Jarim dan Musthofa Amin, hlm. 151
[8] Ali Jarim dan Musthofa Amin, hlm. 151-151
[9] Mamat Zaenudin
& Yayan Nurbayan , hlm. 40.
[10] Mamat Zaenudin
& Yayan Nurbayan , hlm. 40
[11] Ali Jarim dan Musthofa Amin, hlm. 151
[12] Mamat Zaenudin
& Yayan Nurbayan , hlm. 40
[13] Mamat Zaenudin
& Yayan Nurbayan , hlm. 41.
[14] Mamat Zaenudin
& Yayan Nurbayan , hlm. 41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar